'Serangan Fajar' di Pilkada 2024: Arti, Dampak, dan Sanksinya

Diperbarui:2024-11-29 00:30    Jumlah Klik:148
Ilustrasi money politicsIlustrasi. Kenali makna Serangan Fajar di Pilkada 2024. Foto: Ilustrasi oleh Basith SubastianJakarta -

Istilah 'serangan fajar' kembali populer menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Serangan Fajar berkaitan dengan praktik politik uang yang bisa terjadi di manapun baik perkotaan ataupun pedesaan.

Baru-baru ini kasus 'serangan fajar' ditemukan pada kontestasi Gubernur Bengkulu. Mengutip detiknews, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita amplop bergambar Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.

KPK menyebut amplop-amplop yang berisi uang Rp 50 ribu akan digunakan Rohidin untuk serangan fajar. Sebelum aksisnya berlangsung, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu pada Sabtu (23/11/2024) lalu. Salah satu tersangka OTT adalah Rohidin Mersyah.

Kasus Rohidin membuktikan bila serangan fajar nyata terjadi di masyarakat. Tak main-main praktik ini memiliki sanksi hukum bagi pemberi dan penerimanya.

Apa saja? Berikut informasinya dirangkum detikEdu.

Baca juga: Cara Cek Lokasi TPS Pilkada 2024 hingga Dokumen yang Perlu Dibawa 27 NovemberBaca juga: Bawaslu: Pengertian, Tugas, dan Rincian GajinyaArti 'Serangan Fajar'

Pusat Edukasi Antikorupsi KPK menjelaskan 'serangan fajar' adalah istilah populer dari politik uang. Awalnya istilah ini berasal dari kalangan militer.

Diketahui tentara biasanya menyergap dan menguasai daerah target secara mendadak di pagi buta. Karena serangan fajar ini biasanya relatif berhasil, akhirnya praktik ini diadopsi di pemilihan oleh para peserta kontestasi politik.

Kebanyakan praktik 'serangan fajar' menyasar swing-voter yang masih bingung ingin memilih kandidat mana. Karena partai-partai tak ingin menyia-nyiakan uang hanya untuk pemilih loyal atau inti. 'Serangan fajar' juga seringkali disebut dengan "klientelisme elektoral" sebagai distribusi imbalan material kepada pemilih saat pemilu saja.

Meskipun populer dengan politik uang, berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.

Namun, juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang.

Meskipun begitu, 'serangan fajar' paling banyak diberikan dalam tiga bentuk, seperti:

1. Uang: pemberian amplop paling umum dilakukan. Nominal yang diberikan sangat beragam antara Rp 25 ribu hingga ratusan ribu. Uang cenderung dipilih karena mudah dibawa dan diberikan secara sembunyi-sembunyi.

2. Sembako: Sembako atau sembilan bahan pokok juga sering dibagikan calon saat pemilu. Sembako berisi beras, minyak, gula pasir, dan sebagainya. Di dalam kemasan sembako biasanya diselipkan identitas caleg.

3. Barang rumah tangga: Barang kebutuhan rumah tangga juga sering menjadi produk yang dibagikan saat serangan fajar. Misalnya sabun cuci piring, sabun mandi, dan sebagainya. Di dalam bungkusan juga akan ada identitas caleg yang didukung.

Dampak Serangan Fajar

Mengutip detikJatim setidaknya ada lima dampak dari serangan fajar, yakni:

1. Kerugian lima tahun

Pemilih bisa rugi selama lima tahun masa jabatan yang diemban pelaku serangan fajar. Karena janji-janji politik yang diberikannya saat kampanye belum tentu ditepati.

2. Memicu korupsi

Serangan fajar bisa diindikasi sebagai bentuk korupsi kecil. Sehingga ketika ia menjabat, tidak menutup kemungkinan akan melakukan tindakan korupsi besar lainnya.

3. Merusak Demokrasi

Serangan fajar merusak prinsip demokrasi yang seharusnya menjamin pemilihan yang bebas dan adil. Karena hadir intervensi, pemilih kehilangan hak untuk menentukan suaranya secara jujur sesuai nurani dan demokrasi terciderai.

4. Menurunkan legitimasi Pemilu

Serangan fajar dapat menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Karena berlangsung secara masif, hasil pemilu bisa dianggap tidak sah karena didapatkan melalui kecurangan.

5. Menambah biaya politik

Praktik politik uang dalam kontestasi politik menjadi lumrah karena sudah membudaya, mempengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi.

Ketika biaya politik meningkat, partisipasi dalam politik pun semakin sulit dijangkau oleh calon yang mungkin memiliki kualitas dan integritas tetapi tidak memiliki sumber daya finansial.

Baca juga: Apakah Tanggal 27 November Libur? Ini Informasinya untuk Anak SekolahSanksi Serangan Fajar

Pelaku dan penerima 'serangan fajar' bisa mendapat sanksi sesuai yang telah ditetapkan dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Adapun bunyinya yakni:

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang PemiluPasal 515

Setiap orang yang sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 36 juta.

Pasal 523 Ayat 1-3

Ayat 1: Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Ayat 2: Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung, dipidana dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.

Ayat 3: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta.

UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang PilkadaPasal 187 A

Ayat 1: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu dipidana dengan pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Ayat 2: Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Informasi tentang serangan fajar bisa dilihat pada tautan https://aclc.kpk.go.id/hajarseranganfajar. Yuk tolak dan hindari serangan fajar di Pilkada 2024 detikers!

20DVideo: Satgas OTT 4 Orang Terduga Pelaku 'Serangan Fajar' di Pasuruan20DVideo: Satgas OTT 4 Orang Terduga Pelaku 'Serangan Fajar' di Pasuruan(det/det)

Kategori
Berita Terbaru
Berita Terkait